Minggu, 26 Februari 2012

Pengruh Partisipasi Orang Tua Terhadap Prestasi Belajar Siswa


BAB II
Landasan Teori

1.         Pengertian Partisipasi
Partisipasi adalah ikut serta mengikuti, jadi yang dimaksud dengan partisipasi orang tua dalam penulisan di sini yaitu orang tua ikut serta dalam meningkatkan prestasi anaknya. Dalam arti, usaha orang tua ikut membantu anaknya dalam belajar. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam membantu anaknya, yaitu:
1.      Memberikan perhatian pada pelajaran anaknya;
2.      Bercakap-cakap dan bercerita;
3.      Menciptakan bacaan;
4.      Menulis pengalaman dalam buku harian
5.      Membina keluarga membaca;
6.      Memperhatikan kelemahan anak dalam membaca.[1]
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional berbunyi; masyarakat sebagai mitra pemerintah yang berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam dunia pendidikan nasional, implikasi kerja yang sama erat antara orang tua dan sekolah.[2]
Adapun usaha yang dapat dilakukan antara orang tua dan sekolah yaitu:
1.      Membina dan menggambarkan saling pengertian dalam membina.
Prakarsa datang dari sekolah, karena sekolah yang paling mengetahui segala sesuatu yang berkenaan dengan kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka pendidikan anak, dan tentang peraturan-peraturan yang menjadi dasar dari kegiatan. Pembinaan yang dapat dilaksanakan itu adalah sebagai berikut:
a.  Mengumpulkan informasi latar belakang orang tua siswa;
b.  Mengadakan pertemuan dengan orang tua siswa;
c.  Memberikan informasi tentang keadaan, program dan peraturan sekolah kepada orang tua siswa.
d.  Mengunjungi ke tempat tinggal siswa (apabila diperlukan).
2.      Mendirikan wadah persatuan sekolah, dan orang tua yang efektif dan efesien.
Wadah ini anggota-anggotanya adalah seluruh orang tua wali murid, pimpinan sekolah, dan guru. Adapun tujuannya adalah:
a.    Merencanakan program kegiatan sekolah, baik kurikuler maupun ekstrakurikuler;
b.   Membina dan menumbuhkan saling pengertian dan kerjasama yang mantap antara sekolah dengan orang tua siswa;
c.    Mengusahakan dan mengembangkan sumber dana dan sarana yang diperlukan untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan di sekolah yang bersangkutan.
Selain dari  itu, ada  beberapa  usaha yang dapat dilakukan diantaranya:
1)      Mengadakan program pendidikan bagi orang tua siswa;
2)      Mengadakan kunjungan sekolah dan observasi;
3)      Mengadakan berbagai kegiatan dan pembinaan pengembangan minat dan kebiasaan membaca.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi orang tua dalam pendidikan sangat perlu untuk memotivasi serta membantu dalam proses belajar guna mencapai keberhasilan siswa dalam kegiatan yang dilakukan.

B.           Pengertian Prestasi Belajar Dan Indikator-Indikatornya
1.       Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan gabungan dari dua kata yaitu terdiri dari kata “Prestasi” dan Belajar” menurut Abin Samsudin Maksun, yaitu; “Kecakapan nyata aktual (actuan capacity) yaitu menunjukkan pada aspek kecakapan yang segera dapat di demontrasikan dan diuji sekarang juga, karena hasil dalam belajar yang bertanggung jawab dengan cara dan dalam hal tertentu yang jelas dijalankannya (achienvenment).[3]
Menurut Slameto, belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan  lingkungan.[4]
Sedangkan  menurut  Muhibin Syah, belajar adalah perubahan tingkah laku
yang dapat dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian tentang pengetahuan, sikap dan nilai serta keterampilaln.[5]
Moh. Uzer Usman, dalam bukunya “Menjadi Orang Tua Profesional” belajar diartikan sebagai perubahan perilaku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu, dan individu dengan lingkungan. Dalam bahasa aslinya “learning is ghange in the individual due to intrukqtion of that individual and his enviroinment, wikt felles as need and makes him more cavable of dealingadequatel with his environment” (w.h, the guadance of learning aqtivity)[6]
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan:
a.       Kecakapan nyata yang dimiliki murid setelah mengalami proses belajar, melalui penelitian atau kecakapan nyata status seseorang setelah memperoleh pelajaran yang sesuai dengan kurikulum.
b.      Segala perilaku yang dimiliki seseorang sebagai akibat terjadinya proses belajar yang dialaminya, baik yang bersifat kognitif, efektif, maupun psikomotor.
c.       Presatasi belajar adalah perubahan-perubahan perilaku yang dialami manusia setelah mengalami proses belajar tertentu.
Pemahaman  dan  penguasaan   materi  pelajaran  merupakan  hasil  belajar
pada  aspek pengetahuan (kognitif),  perubahan  sikap merupakan  perubahan  dari
sisi afektif dan perubahan keterampilan hasil dari belajar dari segi psikomotor.
Dari perubahan tersebut di atas biasanya yang paling menonjol terlihat dari aspek kognitif ada lima perubahan perilaku sebagai hasil belajar yaitu:
1)      Tingkat emosional yang paling positif terjadi perubahan perilaku yang diakibatkan berpasangan stimulus tak terkondisi sewaktu-waktu memperoleh kemampuan untuk memperoleh respon stimulus terkondisi. Bentuk belajar semacam ini disebut responden, dan dapat menolong kita untuk memahami bagaimana bisa menyenangi atau tidak menyenangi mata pelajaran.
2)      Belajar kontinuitas yaitu bagaimana peristiwa dipasangkan satu dengan lainnya pada satu waktu.
3)      Belajar kognitif yang terjadi dalam pikiran kita, bila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita, dengan hasil belajar pengertian.
4)      Kita belajar konsekuensi-konsekuensi perilaku mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengalaman itu. Belajar semacam ini disebut belajar operan.
5)      Pengalaman belajar sebagai observasi manusia dan kejadian-kejadian. Kita belajar dari masing-masing model dan masing-masing kita menjadi satu model bagi orang lain dalam belajar observasional. (Ratna Wilis Dahar).
 Senada dengan Robert M. Gagne, mengelompokkan kondisi-kondisi belajar (sistem lingkungan belajar) sesuai tujuan belajar yang ingin dicapai, dalam hal ini Gagne mengemukakan lima macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar, sehingga pada gilirannya membutuhkan sajian kondisi dalam mencapainya.[7]
Lima macam kemampuan hasil belajar tersebut adalah:
1)     Keterampilan intelektual, yang merupakan hasil belajar terpenting dari sistem lingkungan sekolastik.
2)   Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir seseorang dalam arti seluas-luasnya, termasuk memecahkan masalah.
3)      Informasi ferbal, dalam arti informasi dan fakta.
4) Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah antara lain; keterampilan menulis, dan menggunakan jangka.
5)    Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah dan intensitas emosional yang dimiliki bagaimana dapat disimpulkan dari kecenderungan bertingkah laku pada orang, barang atau kejadian.[8]
Kelima faktor tersebut di atas mempersyaratkan kondisi-kondisi tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa: Prestasi belajar adalah kemampuan dan keterampilan yang diperoleh siswa mulai kegiatan belajar mengajar, tetapi biasanya tidak dapat diseleksikan seketika itu.
Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor intern dan faktor ekstern, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah minat belajar.  Oleh karena minat dapat mempengaruhi belajar,  maka seyogyanya orang
tua  harus  berupaya  membangkitkan  minat  belajar  anak - anaknya.   Perubahan
perilaku terjadi yang pada aspek pengetahuan (kognitif), sikap (apektif), dan keterampilan (psikomotor). Perubahan tersebut biasanya paling mudah dideteksi pada aspek kognitif, sebab aspek ini paling gampang atau sangat mudah dievaluasi oleh orang tua. Evaluasi di bidang kognitif ini biasanya tingkat kemampuan dan pemahaman terhadap materi pelajaran dikonpersikan dalam bentuk angka dan huruf.
Siswa yang minatnya tinggi, biasanya prestasi belajarnya baik. Hal ini dapat dipengaruhi, sebab jika telah terpacu dan minat atau keinginannya terhadap sesuatu, maka ia akan berkerja berbuat semampunya. Karena prestasi siswa yang sudah mempunyai minat terhadap pelajaran akan cenderung proaktif dan mempunya semangat untuk mencapai tujuannya yaitu keberhasilannya maksimal. Keberhasilan seorang siswa dalam belajar tidak semata-mata karena minat yang kuat saja, tetapi didukung oleh beberapa faktor di antaranya motivasi intelegensi, lingkungan keluarga, lingkungan belajar, dan kondisi yang menunjang kegiatan belajar mengajar seperti sarana prasaran, metode mengajar yang digunakan oleh guru, media yang digunakan dan lain sebagainya. faktor-faktor tersebut saling bersaingan menunjang keberhasilan siswa.
         
2.      Indikator Prestasi Belajar
Pada prinsipnya indikator hasil belajar yaitu tergantung  pada  penggunaan
hasil belajar ideal yang meliputi segenap ranah psikologis yang berubah akibat pengalaman dan proses belajar. Namun demikian pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa siswa sangat sulit. Hal ini disebabkan hasil belajar ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba), oleh karena itu yang dilakukan guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta, rasa, maupun karsa.
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana diuraikan di atas adalah mengetahui garis-garis besar indikator yang dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.
Menurut Pupuh Faturahman, indikator hasil belajar dapat dilihat dari aspek-aspek berikut ini:
a.       Daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan mencapai prestasi baik secara individu maupun kelompok.
b.      Perilaku yang digariskan dalam tujuan khusus telah dicapai oleh murid baik secara individu maupun kelompok.
c.       Terjadinya proses pemahaman materi secara sekuensial mengantarkan materi tahap berikutnya.[9]
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa adalah mengetahui garis-garis besar indikator (petunjuk hasil belajar tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.

C.          Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Untuk dapat mengetahui prestasi hasil belajar, menurut Muhibin Syah, ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.[10]
1.      Faktor Intern
Di dalam faktor intern terdapat beberapa faktor yang akan penulis uraikan berikut ini:
a)      Faktor Jasmani, seperti kesehatan dan cacat tubuh.
b)      Faktor Psikologis, dalam faktor ini terdiri dari beberap faktor yang dapat mempengaruhi belajar, di antaranya adalah: intelegensi, perhatian minat, bakat, motivasi, kematangan, dan kelelahan. Faktor-faktor inilah secara psikologis akan dapat mempengaruhi proses belajar.
c)      Faktor Kelelahan, pada seseorang walaupun sulit untuk dipisahkan, tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan rohani (psikis). Kelelahan jasmani dapat dilihat dari lemah lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan kelelahan jasmani kekacauan subtansi sisa pembakaran dalam tubuh, sehingga darah tidak/kurang lancar pada bagian-bagian tertentu.
Kelelahan rohani, dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan sehingga minat atau dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang. Kelelahan ini sangat terasa di bagian kepala dan gejala pusing-pusing sehingga sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan untuk bekerja.
2.      Faktor Ekstern
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Uraian ketiga faktor tersebut sebagaimana berikut ini:
a)      Faktor keluarga, seperti cara orang tua mendidik, relasi antara keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian keluarga, dan latar belakang kebudayaan.
b)      Faktor sekolah, yang mempengaruhi belajar ini mencakup; metode mengajar, kurikulum, relasi siswa dengan orang tua, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat peraga, keadaan gedung, dan sebagainya.
c)      Faktor masyarakat, faktor ini juga dapat mempengaruhi belajar siswa, karena lingkungan yang terdiri dari bebagai kultur budaya dan latar belakang pendidikan yang majemuk.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi nilai belajar siswa menurut hemat penulis dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1) Faktor internal (faktor dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.
2) Faktor pendekatan eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar siswa.
3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning) yakni jenis belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa  untuk  melakukan
kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

D.    Evaluasi Hasil Belajar
Para ahli berpendapat bahwa evaluasi belajar harus dilakukan guna mengukur kemajuan siswa setelah melakukan proses belajar mengajar di sekolah atau di kelas, karena belajar bersifat dinamis dan berkesinambungan.
Dalam evaluasi belajar sebaiknya dilakukan setiap selesai pembelajaran agar orang tua mengetahui seberapa jauh pelajaran yang diberikan dan dikuasai siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat diketahui sejauh mana pelajaran yang telah dikuasi siswa. Sebagaimana yang dikemukakan E. Mulyasa, bahwa; Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu. Untuk keperluan sertifikasi, kinerja, dan hasil belajar yang dicantumkan dalam surat tanda tamat belajar tidak semata-mata didasarkan atas hasil penilaian pada akhir jenjang sekolah.

E.           Pengertian Pendidikan Agama Islam.
Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu paedagogie yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak, istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan education yang berarti pengembangan atau bimbingan, dalam bahasa Arab istilah ini sering diterjemahkan dengan tarbiyah yang berarti pendidikan. Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu  proses,  yaitu  proses  pendewasaan  anak  didik  (peserta
 didik),  proses  ini  tentu  dilakukan secara sadar, sengaja dan penuh tanggung jawab oleh pendidik.
Proses ini dilakukan untuk pendewasaan anak didik, baik dewasa jasmaniah, dewasa rohaniah dan dewasa sosial, sehingga mampu melaksanakan tugas-tugas rohaniah, seperti berfikir, berasa dan bersikap dan berkemauan secara dewasa dan dapat hidup wajar serta berani mempertanggung jawabkan semua sikap dan perbuatannya kepada orang lain. Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmaniah dan rohaniah kearah kedewasaan. Ki Hajar Dewantoro (dalam Abu Ahmadi); Mendidik adalah menuntut segala kekuatan kodrat yanga ada pada anak.
Bila pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral, dan fisik yang bisa menghasilkan manusia berbudaya tinggi, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung jawab. Usaha pendidikan bagi manusia menyerupai makanan yang berfungsi memberikan vitamin bagi pertumbuhan manusia.
Tujuan dan sasaran pendidikan berbeda-beda menurut pandangan hidup masing-masing pendidik atau lembaga pendidikan. Oleh karenanya perlu dirumuskan pandangan hidup Islam yang mengarahkan tujuan dan sasaran dan pendidikan Islam.
Oleh karean itu, bila manusia yang berpredikat muslim, benar-benar akan menjadi penganut agama yang baik, mentaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya.  Ia harus mampu memahami,  menghayati,
dan mengamalkan ajaranya sesuai iman dan aqidah Islamiyah.
Untuk tujuan itulah, manusia harus dididik melalui proses pendidikan Islam. Berdasarkan pandangan di atas: “Pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya”.[11] Dengan kata lain,  manusia  yang  mendapatkan  pendidikan Islam harus mampu  hidup  di dalam kedamaian dan kesejahteraan  sebagaimana diharapkan oleh cita-cita Islam.
Dengan demikian pengertian pendidikan Agama Islam adalah: “Sutau sistem kependidikan yang mencakup keseluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan  oleh  hamba  Allah,  sebagaimana  Islam   telah  menjadi   pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik di dunia maupun diukhrawi”.[12]
Di dalam Islam ada dua istilah yang dipakai untuk pendidikan yaitu Tarbiyah dan Ta’dib. Kedua istilah ini mempunyai perbedaan yang mencolok. Menurut Naquib Al-Attas, tarbiyah secara semantik tidak khusus ditujukan untuk mendidik manusia, tetapi dapat dipakai kepada spesies lain, seperti mineral, tanaman dan hewan. Selain itu tarbiyah berkonotasi material: ia mengandung arti mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membuat, menjadikan bertambah pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hal-hal yang sudah matang dan menjinakan.
Adapun ta’dib mengacu pada pengertian (ilm), pengajaran (ta’lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Dari itu kata ta’dib merupakan istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan pendidikan dalam Islam. Nampaknya Naquib melihat ta’dib sebagai sebuah sistem pendidikan Islam yang di dalamnya ada tiga sub sistem, yaitu : pengatahuan, pengajaran, dan pengasuhan (tarbiyah). Jadi tarbiyah dalam konsep Naquib ini hanya salah satu sub sistem dari Naquib.
Untuk dapat menolak atau menerima konsep Naquib itu, kita perlu memperhatikan pemakaiannya oleh Al Qur’an dan penerapannya oleh orang Arab sendiri dalam sejarah peradaban Islam. Kata tarbiyah akar kata dari ﺭﺐ (rabba) dan ﺭﺑﺎ  (rabbaa). Kalau kita perhatikan dalam perkembangan sejarah peradaban Islam semenjak masa nabi sampai masa keemasannya ditangan Bani-Abbas, kata tarbiyah tak pernah muncul dalam literatur-literatur pendidikan. Barulah di abad modern kata ini mencuat kepermukaan sebagai terjemahan dari kata education sebagaimana disebut di atas.
Kemudian ketika para ulama menjurus kepada bidang spesialisasi dalam ilmu pengetahuan, maka pengertian Arab menyempit, hanya dipakai untuk menunjuk kesusastraan dan etika (akhlaq) : konsekuensinya Ta’dib sebagai konsep pendidikan Islam hilang dari peredaran dan tidak dikenal lagi. Sehingga ketika itu ahli pendidikan Islam bertemu dengan istilah education pada abad modern, mereka langsung menerjemahkannya dengan tarbiyah tanpa penyelidikan yang mendalam, padahal ma’na pendidikan dalam Islam tidak sama dengan education yang dikembangkan di barat sebagaimana disebutkan di muka. Dengan demikian tarbiyah di seluruh dunia Islam untuk menunjukkan pendidikan.
Pendidikan Agama Islam adalah suatu aktivitas (usaha sadar) terhadap pendidikan peserta didik menuju suatu kepribadian yang sempurna. Zuhairini dkk,  Pendidikan Agama Islam adalah usaha-usaha sistematis dan pragmatis dalam membentuk anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam.[13]
Abdul Rahman Shaleh, pendidikan Agama Islam adalah usaha berupa bimbingan dan usaha terhadap anak didik supaya kelak setelah selesai saat pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran  Agama  Islam
serta menjadikannya way of live (pandangan hidup).[14]
Ahmad D. Marimba, mendefinisikan Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam.[15]
Adapun menurut hemat penulis, dengan memperhatikan faktor-faktor pendidikan, maka pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut :
Muttaqiin adalah orang-orang yang bertaqwa kepada Allah yang maha kuasa, sedangkan taqwa artinya mentaati atau melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhkan segala yang dilarang-Nya, beramal ma’ruf dan nahi munkar.
Taqwa adalah sesuatu yang diperintahkan Allah bagi orang-orang yang beriman. Sebagaimana difirmankan dalam Al Qur’an surat Ali Imron ayat 102 :
 
Artinya :  “Hai  orang – orang   yang   beriman,    bertaqwalah   kepada   Allah
   dengan sebenar-benarnya taqwa, dan janganlah kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.[16]









                                                 






















[1]  Tampubolon, Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca Pada Anak, Bandung, Angkasa, 1991, h. 82
[2]  Mulyana, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung, Rosdakarya, 2003,  h. 2  
[3]  Abin Syamsudin, Psikologi Pendidikan, Bandung, Rosdakarya, 1990, h. 43
[4]  Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor  yang Mempengaruhinya, Jakarta, Rineka Cipta,1995, h. 2
[5]  Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan, Bandung, Rosdakayra, 1990, h. 7
[6]   Uzer Usman, Psikologi Pendidikan, Bandung, Rosdakayra, 1985,  h. 53
[7]  Abin Syamsudin, Op Cit, h. 56
[8]  Jalaludin, Pembelajaran yang Efektif , 2000, h. 54
[9]  Pupuh Faturahman, Strategi Belajar Mengajar, Bandung, Tunas Nusantara, 2001, h. 83
[10]  Muhibin Syah, Op Cit, h. 123
[11]  M. Arifin, Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2003, h. 7
[12]  Ibid,  h. 8
[13]  Zuhairini,dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Bandung, Bulan Bintang, 1993, h. 27
[14]  Abdul Rahman shalen, Dedaktik Pendidikan Agama,Jakarta,Bulan Bintang, 1973, h. 43
[15]  Ahmad  D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, Al-Ma’arif, 1989, h. 23
[16]  Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yogyakarta, 1995, h. 92.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MINDSET SEKOLAH BERMAKNA BAGI ANAK

Apa yang harus siswa siapkan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan Memiliki Kompetensi pada dimensi sikap Bertakwa ...