BAB II
Landasan Teori
1.
Pengertian
Partisipasi
Partisipasi adalah ikut serta mengikuti, jadi yang
dimaksud dengan partisipasi orang tua dalam penulisan di sini yaitu orang tua
ikut serta dalam meningkatkan prestasi anaknya. Dalam arti, usaha orang tua
ikut membantu anaknya dalam belajar. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh
orang tua dalam membantu anaknya, yaitu:
1.
Memberikan perhatian pada pelajaran anaknya;
2.
Bercakap-cakap dan bercerita;
3.
Menciptakan bacaan;
4.
Menulis pengalaman dalam buku harian
5.
Membina keluarga membaca;
6.
Memperhatikan kelemahan anak dalam membaca.[1]
Dalam
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional berbunyi;
masyarakat sebagai mitra pemerintah yang berkesempatan yang seluas-luasnya
untuk berperan serta dalam dunia pendidikan nasional, implikasi kerja yang sama
erat antara orang tua dan sekolah.[2]
Adapun usaha yang dapat dilakukan antara orang tua dan
sekolah yaitu:
1.
Membina dan menggambarkan saling pengertian dalam
membina.
Prakarsa datang dari sekolah, karena sekolah yang
paling mengetahui segala sesuatu yang berkenaan dengan kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam rangka pendidikan anak, dan tentang peraturan-peraturan yang
menjadi dasar dari kegiatan. Pembinaan yang dapat dilaksanakan itu adalah
sebagai berikut:
a. Mengumpulkan
informasi latar belakang orang tua siswa;
b. Mengadakan
pertemuan dengan orang tua siswa;
c. Memberikan
informasi tentang keadaan, program dan peraturan sekolah kepada orang tua
siswa.
d. Mengunjungi
ke tempat tinggal siswa (apabila diperlukan).
2.
Mendirikan wadah persatuan sekolah, dan orang tua yang
efektif dan efesien.
Wadah ini anggota-anggotanya adalah seluruh orang tua
wali murid, pimpinan sekolah, dan guru. Adapun tujuannya adalah:
a.
Merencanakan program kegiatan sekolah, baik kurikuler
maupun ekstrakurikuler;
b.
Membina dan menumbuhkan saling pengertian dan kerjasama
yang mantap antara sekolah dengan orang tua siswa;
c.
Mengusahakan dan mengembangkan sumber dana dan sarana
yang diperlukan untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan di sekolah yang
bersangkutan.
Selain dari itu,
ada beberapa usaha yang dapat dilakukan diantaranya:
1)
Mengadakan program pendidikan bagi orang tua siswa;
2)
Mengadakan kunjungan sekolah dan observasi;
3)
Mengadakan berbagai kegiatan dan pembinaan pengembangan
minat dan kebiasaan membaca.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa partisipasi
orang tua dalam pendidikan sangat perlu untuk memotivasi serta membantu dalam
proses belajar guna mencapai keberhasilan siswa dalam kegiatan yang dilakukan.
B.
Pengertian
Prestasi Belajar Dan Indikator-Indikatornya
1. Pengertian
Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan gabungan dari dua kata
yaitu terdiri dari kata “Prestasi” dan Belajar” menurut Abin Samsudin Maksun,
yaitu; “Kecakapan nyata aktual (actuan capacity) yaitu menunjukkan pada aspek
kecakapan yang segera dapat di demontrasikan dan diuji sekarang juga, karena
hasil dalam belajar yang bertanggung jawab dengan cara dan dalam hal tertentu
yang jelas dijalankannya (achienvenment).[3]
Menurut Slameto, belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.[4]
Sedangkan menurut
Muhibin Syah, belajar adalah perubahan
tingkah laku
yang dapat dinyatakan dalam bentuk penguasaan, penggunaan dan penilaian
tentang pengetahuan, sikap dan nilai serta keterampilaln.[5]
Moh. Uzer Usman, dalam bukunya “Menjadi Orang Tua
Profesional” belajar diartikan sebagai perubahan perilaku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dengan individu, dan individu dengan
lingkungan. Dalam bahasa aslinya “learning
is ghange in the individual due to intrukqtion of that individual and his
enviroinment, wikt felles as need and makes him more cavable of
dealingadequatel with his environment” (w.h, the guadance of learning aqtivity)”[6]
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar merupakan:
a.
Kecakapan nyata yang dimiliki murid setelah mengalami
proses belajar, melalui penelitian atau kecakapan nyata status seseorang
setelah memperoleh pelajaran yang sesuai dengan kurikulum.
b.
Segala perilaku yang dimiliki seseorang sebagai akibat
terjadinya proses belajar yang dialaminya, baik yang bersifat kognitif,
efektif, maupun psikomotor.
c.
Presatasi belajar adalah perubahan-perubahan perilaku
yang dialami manusia setelah mengalami proses belajar tertentu.
Pemahaman dan penguasaan materi pelajaran merupakan hasil belajar
pada aspek pengetahuan (kognitif),
perubahan sikap merupakan perubahan dari
sisi afektif dan perubahan keterampilan hasil dari belajar dari segi
psikomotor.
Dari perubahan tersebut di atas biasanya yang paling
menonjol terlihat dari aspek kognitif ada lima perubahan perilaku sebagai hasil
belajar yaitu:
1)
Tingkat emosional yang paling positif terjadi perubahan
perilaku yang diakibatkan berpasangan stimulus tak terkondisi sewaktu-waktu
memperoleh kemampuan untuk memperoleh respon stimulus terkondisi. Bentuk
belajar semacam ini disebut responden, dan dapat menolong kita untuk memahami
bagaimana bisa menyenangi atau tidak menyenangi mata pelajaran.
2)
Belajar kontinuitas yaitu bagaimana peristiwa
dipasangkan satu dengan lainnya pada satu waktu.
3)
Belajar kognitif yang terjadi dalam pikiran kita, bila
kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita, dengan hasil
belajar pengertian.
4)
Kita belajar konsekuensi-konsekuensi perilaku
mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar
pengalaman itu. Belajar semacam ini disebut belajar operan.
5)
Pengalaman belajar sebagai observasi manusia dan
kejadian-kejadian. Kita belajar dari masing-masing model dan masing-masing kita
menjadi satu model bagi orang lain dalam belajar observasional. (Ratna Wilis
Dahar).
Senada dengan
Robert M. Gagne, mengelompokkan kondisi-kondisi belajar (sistem lingkungan
belajar) sesuai tujuan belajar yang ingin dicapai, dalam hal ini Gagne
mengemukakan lima macam kemampuan manusia yang merupakan hasil belajar,
sehingga pada gilirannya membutuhkan sajian kondisi dalam mencapainya.[7]
Lima macam kemampuan hasil belajar tersebut adalah:
1)
Keterampilan intelektual, yang merupakan hasil belajar
terpenting dari sistem lingkungan sekolastik.
2)
Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berpikir
seseorang dalam arti seluas-luasnya, termasuk memecahkan masalah.
3)
Informasi ferbal, dalam arti informasi dan fakta.
4) Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah antara
lain; keterampilan menulis, dan menggunakan jangka.
5) Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah dan intensitas
emosional yang dimiliki bagaimana dapat disimpulkan dari kecenderungan
bertingkah laku pada orang, barang atau kejadian.[8]
Kelima faktor tersebut di atas mempersyaratkan
kondisi-kondisi tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa: Prestasi belajar
adalah kemampuan dan keterampilan yang diperoleh siswa mulai kegiatan belajar
mengajar, tetapi biasanya tidak dapat diseleksikan seketika itu.
Prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh faktor intern
dan faktor ekstern, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar
siswa adalah minat belajar. Oleh karena
minat dapat mempengaruhi belajar, maka seyogyanya
orang
tua harus berupaya membangkitkan minat belajar anak - anaknya. Perubahan
perilaku terjadi yang pada aspek pengetahuan (kognitif), sikap (apektif),
dan keterampilan (psikomotor). Perubahan tersebut biasanya paling mudah
dideteksi pada aspek kognitif, sebab aspek ini paling gampang atau sangat mudah
dievaluasi oleh orang tua. Evaluasi di bidang kognitif ini biasanya tingkat
kemampuan dan pemahaman terhadap materi pelajaran dikonpersikan dalam bentuk
angka dan huruf.
Siswa yang minatnya tinggi, biasanya prestasi
belajarnya baik. Hal ini dapat dipengaruhi, sebab jika telah terpacu dan minat
atau keinginannya terhadap sesuatu, maka ia akan berkerja berbuat semampunya.
Karena prestasi siswa yang sudah mempunyai minat terhadap pelajaran akan
cenderung proaktif dan mempunya semangat untuk mencapai tujuannya yaitu
keberhasilannya maksimal. Keberhasilan seorang siswa dalam belajar tidak
semata-mata karena minat yang kuat saja, tetapi didukung oleh beberapa faktor
di antaranya motivasi intelegensi, lingkungan keluarga, lingkungan belajar, dan
kondisi yang menunjang kegiatan belajar mengajar seperti sarana prasaran,
metode mengajar yang digunakan oleh guru, media yang digunakan dan lain
sebagainya. faktor-faktor tersebut saling bersaingan menunjang keberhasilan
siswa.
2. Indikator Prestasi Belajar
Pada prinsipnya indikator hasil belajar yaitu
tergantung pada penggunaan
hasil belajar ideal yang meliputi segenap ranah psikologis yang berubah
akibat pengalaman dan proses belajar. Namun demikian pengungkapan perubahan
tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa siswa sangat sulit. Hal
ini disebabkan hasil belajar ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba), oleh karena itu yang dilakukan
guru dalam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan tingkah laku yang dianggap
penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil
belajar siswa, baik yang berdimensi cipta, rasa, maupun karsa.
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil
belajar siswa sebagaimana diuraikan di atas adalah mengetahui garis-garis besar
indikator yang dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau
diukur.
Menurut Pupuh Faturahman, indikator hasil belajar
dapat dilihat dari aspek-aspek berikut ini:
a.
Daya serap terhadap bahan pelajaran yang diajarkan
mencapai prestasi baik secara individu maupun kelompok.
b.
Perilaku yang digariskan dalam tujuan khusus telah dicapai
oleh murid baik secara individu maupun kelompok.
c.
Terjadinya proses pemahaman materi secara sekuensial
mengantarkan materi tahap berikutnya.[9]
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil
belajar siswa adalah mengetahui garis-garis besar indikator (petunjuk hasil
belajar tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau
diukur.
C.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Untuk dapat mengetahui prestasi hasil belajar, menurut
Muhibin Syah, ada dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.[10]
1.
Faktor Intern
Di dalam faktor intern terdapat beberapa faktor yang
akan penulis uraikan berikut ini:
a)
Faktor Jasmani, seperti kesehatan dan cacat tubuh.
b)
Faktor Psikologis, dalam faktor ini terdiri dari
beberap faktor yang dapat mempengaruhi belajar, di antaranya adalah:
intelegensi, perhatian minat, bakat, motivasi, kematangan, dan kelelahan.
Faktor-faktor inilah secara psikologis akan dapat mempengaruhi proses belajar.
c)
Faktor Kelelahan, pada seseorang walaupun sulit untuk
dipisahkan, tetapi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani
dan kelelahan rohani (psikis). Kelelahan jasmani dapat dilihat dari lemah
lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringkan kelelahan jasmani
kekacauan subtansi sisa pembakaran dalam tubuh, sehingga darah tidak/kurang
lancar pada bagian-bagian tertentu.
Kelelahan rohani, dapat dilihat dengan adanya kelesuan
dan kebosanan sehingga minat atau dorongan untuk menghasilkan sesuatu hilang.
Kelelahan ini sangat terasa di bagian kepala dan gejala pusing-pusing sehingga
sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan untuk bekerja.
2.
Faktor Ekstern
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap belajar dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor
masyarakat. Uraian ketiga faktor tersebut sebagaimana berikut ini:
a)
Faktor keluarga, seperti cara orang tua mendidik,
relasi antara keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian
keluarga, dan latar belakang kebudayaan.
b)
Faktor sekolah, yang mempengaruhi belajar ini mencakup;
metode mengajar, kurikulum, relasi siswa dengan orang tua, relasi siswa dengan
siswa, disiplin sekolah, alat peraga, keadaan gedung, dan sebagainya.
c)
Faktor masyarakat, faktor ini juga dapat mempengaruhi
belajar siswa, karena lingkungan yang terdiri dari bebagai kultur budaya dan
latar belakang pendidikan yang majemuk.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi nilai belajar siswa menurut hemat penulis
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1) Faktor internal (faktor dalam diri siswa), yakni
keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.
2) Faktor pendekatan eksternal (faktor dari luar
siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar siswa.
3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning)
yakni jenis belajar siswa yang
meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan
kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
D. Evaluasi Hasil Belajar
Para ahli berpendapat bahwa evaluasi belajar harus
dilakukan guna mengukur kemajuan siswa setelah melakukan proses belajar
mengajar di sekolah atau di kelas, karena belajar bersifat dinamis dan
berkesinambungan.
Dalam evaluasi belajar sebaiknya dilakukan setiap
selesai pembelajaran agar orang tua mengetahui seberapa jauh pelajaran yang
diberikan dan dikuasai siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat diketahui
sejauh mana pelajaran yang telah dikuasi siswa. Sebagaimana yang dikemukakan E.
Mulyasa, bahwa; Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan
kegiatan penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh
mengenai ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu. Untuk
keperluan sertifikasi, kinerja, dan hasil belajar yang dicantumkan dalam surat
tanda tamat belajar tidak semata-mata didasarkan atas hasil penilaian pada
akhir jenjang sekolah.
E.
Pengertian
Pendidikan Agama Islam.
Istilah pendidikan ini semula berasal dari bahasa
Yunani, yaitu paedagogie yang berarti
bimbingan yang diberikan kepada anak, istilah ini kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris dengan education yang
berarti pengembangan atau bimbingan, dalam bahasa Arab istilah ini sering
diterjemahkan dengan tarbiyah yang
berarti pendidikan. Pendidikan pada hakekatnya adalah suatu proses, yaitu proses
pendewasaan anak didik
(peserta
didik), proses ini tentu dilakukan
secara sadar, sengaja dan penuh tanggung jawab oleh pendidik.
Proses ini dilakukan untuk pendewasaan anak didik,
baik dewasa jasmaniah, dewasa rohaniah dan dewasa sosial, sehingga mampu
melaksanakan tugas-tugas rohaniah, seperti berfikir, berasa dan bersikap dan
berkemauan secara dewasa dan dapat hidup wajar serta berani mempertanggung
jawabkan semua sikap dan perbuatannya kepada orang lain. Pendidikan adalah
segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin
perkembangan jasmaniah dan rohaniah kearah kedewasaan. Ki Hajar Dewantoro
(dalam Abu Ahmadi); Mendidik adalah menuntut segala kekuatan kodrat yanga ada
pada anak.
Bila pendidikan diartikan sebagai latihan mental,
moral, dan fisik yang bisa menghasilkan manusia berbudaya tinggi, maka
pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa
tanggung jawab. Usaha pendidikan bagi manusia menyerupai makanan yang berfungsi
memberikan vitamin bagi pertumbuhan manusia.
Tujuan dan sasaran pendidikan berbeda-beda menurut
pandangan hidup masing-masing pendidik atau lembaga pendidikan. Oleh karenanya
perlu dirumuskan pandangan hidup Islam yang mengarahkan tujuan dan sasaran dan
pendidikan Islam.
Oleh karean itu, bila manusia yang berpredikat muslim,
benar-benar akan menjadi penganut agama yang baik, mentaati ajaran Islam dan
menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami, menghayati,
dan mengamalkan ajaranya sesuai iman dan aqidah Islamiyah.
Untuk tujuan itulah, manusia harus dididik melalui
proses pendidikan Islam. Berdasarkan pandangan di atas: “Pendidikan Islam
berarti sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk
memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah
menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya”.[11] Dengan
kata lain, manusia yang
mendapatkan pendidikan Islam
harus mampu hidup di dalam kedamaian dan kesejahteraan sebagaimana diharapkan oleh cita-cita Islam.
Dengan demikian pengertian pendidikan Agama Islam
adalah: “Sutau sistem kependidikan yang mencakup keseluruh aspek kehidupan yang
dibutuhkan oleh hamba
Allah, sebagaimana Islam
telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan
manusia, baik di dunia maupun diukhrawi”.[12]
Di dalam Islam ada dua istilah yang dipakai untuk
pendidikan yaitu Tarbiyah dan Ta’dib. Kedua istilah ini mempunyai
perbedaan yang mencolok. Menurut Naquib Al-Attas, tarbiyah secara semantik
tidak khusus ditujukan untuk mendidik manusia, tetapi dapat dipakai kepada spesies
lain, seperti mineral, tanaman dan hewan. Selain itu tarbiyah berkonotasi material: ia mengandung arti mengasuh,
menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membuat, menjadikan
bertambah pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hal-hal yang sudah matang dan
menjinakan.
Adapun ta’dib
mengacu pada pengertian (ilm), pengajaran (ta’lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Dari itu kata ta’dib merupakan istilah yang paling
tepat dan cermat untuk menunjukkan pendidikan dalam Islam. Nampaknya Naquib
melihat ta’dib sebagai sebuah sistem
pendidikan Islam yang di dalamnya ada tiga sub sistem, yaitu : pengatahuan,
pengajaran, dan pengasuhan (tarbiyah). Jadi tarbiyah dalam konsep Naquib ini
hanya salah satu sub sistem dari Naquib.
Untuk dapat menolak atau menerima konsep Naquib itu,
kita perlu memperhatikan pemakaiannya oleh Al Qur’an dan penerapannya oleh
orang Arab sendiri dalam sejarah peradaban Islam. Kata tarbiyah akar kata dari ﺭﺐ (rabba)
dan ﺭﺑﺎ
(rabbaa). Kalau kita perhatikan dalam
perkembangan sejarah peradaban Islam semenjak masa nabi sampai masa keemasannya
ditangan Bani-Abbas, kata tarbiyah tak pernah muncul dalam literatur-literatur
pendidikan. Barulah di abad modern kata ini mencuat kepermukaan sebagai
terjemahan dari kata education
sebagaimana disebut di atas.
Kemudian ketika para ulama menjurus kepada bidang
spesialisasi dalam ilmu pengetahuan, maka pengertian Arab menyempit, hanya
dipakai untuk menunjuk kesusastraan dan etika (akhlaq) : konsekuensinya Ta’dib
sebagai konsep pendidikan Islam hilang dari peredaran dan tidak dikenal lagi.
Sehingga ketika itu ahli pendidikan Islam bertemu dengan istilah education pada abad modern, mereka
langsung menerjemahkannya dengan tarbiyah tanpa penyelidikan yang mendalam,
padahal ma’na pendidikan dalam Islam tidak sama dengan education yang dikembangkan di barat sebagaimana disebutkan di muka.
Dengan demikian tarbiyah di seluruh dunia Islam untuk menunjukkan pendidikan.
Pendidikan Agama Islam adalah suatu aktivitas (usaha
sadar) terhadap pendidikan peserta didik menuju suatu kepribadian yang
sempurna. Zuhairini dkk, Pendidikan
Agama Islam adalah usaha-usaha sistematis dan pragmatis dalam membentuk anak
didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam.[13]
Abdul Rahman Shaleh, pendidikan Agama Islam adalah
usaha berupa bimbingan dan usaha terhadap anak didik supaya kelak setelah
selesai saat pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Agama
Islam
serta menjadikannya way of live
(pandangan hidup).[14]
Ahmad D. Marimba, mendefinisikan Pendidikan Agama
Islam adalah bimbingan jasmani-rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam
menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam.[15]
Adapun menurut hemat penulis, dengan memperhatikan
faktor-faktor pendidikan, maka pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut :
Muttaqiin adalah orang-orang yang bertaqwa kepada
Allah yang maha kuasa, sedangkan taqwa artinya mentaati atau melaksanakan segala
perintah Allah dan menjauhkan segala yang dilarang-Nya, beramal ma’ruf dan nahi
munkar.
Taqwa adalah sesuatu yang diperintahkan Allah bagi
orang-orang yang beriman. Sebagaimana difirmankan dalam Al Qur’an surat Ali Imron ayat 102 :
Artinya : “Hai orang – orang yang beriman,
bertaqwalah
kepada Allah
dengan sebenar-benarnya taqwa, dan janganlah kamu mati melainkan dalam
keadaan beragama Islam.[16]
[1] Tampubolon, Mengembangkan Minat dan Kebiasaan Membaca Pada Anak, Bandung,
Angkasa, 1991, h. 82
[2] Mulyana, Implementasi
Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung, Rosdakarya, 2003, h. 2
[3] Abin Syamsudin, Psikologi Pendidikan, Bandung, Rosdakarya, 1990, h. 43
[4] Slameto, Belajar
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta,
Rineka Cipta,1995, h. 2
[5] Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan, Bandung,
Rosdakayra, 1990, h. 7
[6] Uzer Usman, Psikologi Pendidikan, Bandung,
Rosdakayra, 1985, h. 53
[7] Abin Syamsudin, Op Cit, h. 56
[8] Jalaludin, Pembelajaran yang Efektif , 2000, h. 54
[9] Pupuh Faturahman, Strategi Belajar Mengajar, Bandung, Tunas Nusantara, 2001, h. 83
[10] Muhibin Syah, Op Cit, h. 123
[11] M. Arifin, Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 2003, h. 7
[12] Ibid, h. 8
[13] Zuhairini,dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam, Bandung, Bulan Bintang,
1993, h. 27
[14] Abdul Rahman shalen, Dedaktik Pendidikan Agama,Jakarta,Bulan Bintang, 1973, h. 43
[15] Ahmad
D. Marimba, Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung, Al-Ma’arif, 1989, h. 23
[16] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Yogyakarta, 1995, h. 92.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar