Para
ulama telah sepakat bahwa pelecehan terhadap agama merupakan perbuatan kufur,
baik dengan perkataan maupun perbuatan. Dan pelecehan terhadap agama termasuk
dalam “Nawaqidhul Islam” (pembatal keislaman) yaitu hal-hal yang dapat
membatalkan keislaman seseorang.
Dari
Ibnu Umar bahwa seseorang berkata pada peperangan Tabuk; “Kita tidak melihat
seperti qari kita (yaitu Nabi dan para sahabat beliau) kecuali yang paling
banyak makannya, acap kali berdusta serta paling penakut ketika berperang”.
Berkata Auf bin Malik: “Engkau telah berdusta, akan tetapi engkau munafik! Akan
aku kabarkan hal ini kepada Rasulullah”. Kemudian Aufpun mengabarkannya kepada
Rasulullah, kiranya Al-Quran telah mendahuluinya.
Kemudian
datanglah laki-laki tersebut menemui Rasulullah langsung berangkat menunggang
untanya sambil berkata:“Ya Rasulullah, kami hanya bermain dan bergurau dan
bercengkrama seperti musafir menuntaskan perjalanan dengan bercengkrama dengan
sahabatnya?!”.
Ibnu
Umar berkata: “Seakan-akan masih terlihat olehku dia berpegangan pada tali unta
Rasulullah sedangkan kerikil-kerikil tajam menusuk kakinya, sambil berkata: “Sesungguhnya
kami bermain dan bergurau”, sedangkan Rasulullah menjawab: “Apakah dengan
Allah, ayat dan RasulNya, kalian mengolok-olok?!”, dengan tidak menoleh
kepadanya dan tidak menambah ucapan Beliau. [1]
Kemudian
keluarlah vonis dari langit ketujuh bagaikan ketukan palu hakim terhadap
pesakitan dari ulah dia sendiri.
لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
Tidak
perlu kalian mengajukan uzur, kalian telah kufur setelah kalian beriman. [At-Taubah:65].
Tidak
hanya yang berucap memperolehnya akan tetapi juga termasuk orang-orang yang
ikut serta bersenda gurau dengannya menuai getahnya;
وَلَقَدْ قَالُوا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوا بَعْدَ
إِسْلَامِهِمْ
Sungguh
mereka telah berucap kata-kata kufur, dan telah kufur setelah islam mereka.
[At-Taubah:66]
SUNNAH ORANG-ORANG TERDAHULU
Sebenarnya istihza` (pelecehan) terhadap agama bukan hal yang baru, akan tetapi perbuatan kufur yang sudah berkarat diwariskan generasi ke generasi oleh umat terdahulu yang memperlakukan para rasul dan para pengikut mereka;
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ فِي شِيَعِ
الْأَوَّلِينَ(10)وَمَا يَأْتِيهِمْ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا كَانُوا بِهِ
يَسْتَهْزِئُونَ
Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus (beberapa rasul) sebelum kamu kepada umat-umat
yang terdahulu. Dan tidak datang seorang rasulpun kepada mereka, melainkan
mereka selalu memperolok-olokkannya.[Al-Hijir:10-11]
Akan
tetapi olok-olokan dari kaum hanya bersifat sementara, kemudian ditimpakan
terhadap mereka bala dari perlakuan mereka tersebut;
وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِنْ قَبْلِكَ
فَحَاقَ بِالَّذِينَ سَخِرُوا مِنْهُمْ مَا كَانُوا بِهِ يَسْتَهْزِئُون
َ
Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu, maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan (`azab) olok-olokan mereka. [Al-An`am:10 dan Al-Anbiya:41]
َ
Dan sungguh telah diperolok-olokkan beberapa rasul sebelum kamu, maka turunlah kepada orang-orang yang mencemoohkan di antara mereka balasan (`azab) olok-olokan mereka. [Al-An`am:10 dan Al-Anbiya:41]
Pelecehan
atau olok-olokan tersebut diterangkan oleh Allah dalam berbagai bentuk;
•
Kadang- kadang dengan melecehkan ayat-ayat Allah;
وَاتَّخَذُوا ءَايَاتِي وَمَا أُنْذِرُوا هُزُوًا
Dan
mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka
sebagai olok-olokkan”. [Al-Kahfi:56]
•
Terkadang melecehkan agama dan hukumnya;
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الَّذِينَ
اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ
قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ
مُؤْمِنِينَ(57)وَإِذَا نَادَيْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ اتَّخَذُوهَا هُزُوًا
وَلَعِبًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَا يَعْقِلُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang
yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara
orang-orang yang telah diberi Kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir
(orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul
orang-orang yang beriman. Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan)
sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu
adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal”.
[Al-Maidah:57-58]
•
Dan tidak jarang melecehkan penganut agama yang baik dan pembawa kebenaran;
وَإِذَا رَآكَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَتَّخِذُونَكَ
إِلَّا هُزُوًا أَهَذَا الَّذِي يَذْكُرُ ءَالِهَتَكُمْ وَهُمْ بِذِكْرِ
الرَّحْمَنِ هُمْ كَافِرُونَ
Dan
apabila orang-orang kafir itu melihat kamu, mereka hanya membuat kamu menjadi
olok-olok. (Mereka mengatakan): “Apakah ini orang yang mencela tuhan-tuhanmu?”,
padahal mereka adalah orang-orang yang inkar mengingat Allah Yang Maha
Pemurah”. [Al-Anbiya:36]
Sedangkan
tuduhan yang diucapkan kepada para rasul dengan tuduhan gila, ini kaum Nuh
telah menuduhnya dengan tuduhan tersebut, sebagaimana yang diceritakan Allah
dalam KitabNya;
إِنْ هُوَ إِلَّا رَجُلٌ بِهِ جِنَّةٌ فَتَرَبَّصُوا بِهِ
حَتَّى حِينٍ
Ia
tidak lain hanyalah seorang laki-laki yang berpenyakit gila, maka tunggulah
(sabarlah) terhadapnya sampai suatu waktu”. [Al-Mukminun:25]
Sedangkan
perlakuan Firaun terhada Nabi Musa tidak jauh berbeda;
قَالَ إِنَّ رَسُولَكُمُ الَّذِي أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ
لَمَجْنُونٌ
Fir`aun
berkata: “Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar-benar
orang gila”. [As-Syu`ara`:27].
Begitu
juga yang dilakukan oleh Kafir Quraisy terhadap Nabi kita yang mulia;
وَقَالُوا يَاأَيُّهَا الَّذِي نُزِّلَ عَلَيْهِ الذِّكْرُ
إِنَّكَ لَمَجْنُونٌ
Mereka
berkata: “Hai orang yang diturunkan Al Qur’an kepadanya, sesungguhnya kamu
benar-benar orang yang gila”. [Al-Hijir:6]
وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا ءَالِهَتِنَا لِشَاعِرٍ
مَجْنُونٍ
Dan
mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan
kami karena seorang penyair gila?”. [As-Shaffat:36]
ثُمَّ تَوَلَّوْا عَنْهُ وَقَالُوا مُعَلَّمٌ مَجْنُونٌ
Kemudian
mereka berpaling daripadanya dan berkata: “Dia adalah seorang yang menerima
ajaran (dari orang lain) lagi pula seorang yang gila. [Ad-Dukhan:14]
Dengan
mengamati yang terjadi kenyataan dewasa ini, bahwa sebab-sebab terjadinya
pelecehan agama termasuk permasalahan yang pelik, benangnya telah kusut yang
sulit direntangkan, tidak dapat hanya menjabarkannya dengan satu sebab atau
dua. Permasalahan yang saling berkaitan satu sama lain begitu juga pengaruhnya
yang berbeda-beda pada sebuah tempat dengan tempat lain. Akan tetapi dapat kita
ringkas dengan sebab-sebab berikut ini;
1.
Memperturutkan Hawa Nafsu
Seringkali kita dapatkan orang yang
melecehkan agama karena memperturutkan hawa nafsu semata, baik hal itu karena
merasa senang dan ada perasaan puas dengan mengolok-olok agama beserta
pemeluknya, bentuk ini dapat dikatagorikan dalam syahwat, ada juga karena
kesalahan dalam memahami agama yang benar atau kesalahan persepsi sehingga
terjadi tindak pelecehan, dan bentuk ini masuk dalam kategori syubhat.
Akan
tetapi “memperturutkan hawa nafsu dalam perkara keagamaan lebih besar (dosanya)
dari orang yang memperturutkan hawa nafsunya dalam syahwat, keadaan orang
pertama sama dengan hal orang-orang kafir dari ahli kitab…Oleh karenanya semua
orang yang keluar dari garis Kitab dan Sunnah dari kalangan ulama dan ahli
ibadah dimasukkan ke dalam kategori Ahli Ahwa (Pengikut Hawa Nafsu)”.[2]
Allah
telah menerangkan bahwa asal tersesatnya orang yang sesat karena mengikuti hawa
dan prasangka serta berpaling dari wahyu dan ilmu;
إِنْ هِيَ إِلَّا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ
وَءَابَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ
إِلَّا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الْأَنْفُسُ
Itu
tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengada-adakannya;
Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk (mengibadati)Nya. Mereka tidak
lain hanyalah mengikuti sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa
nafsu mereka”. [An-Najm;23]
فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا
يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنَ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ
هُدًى مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Maka
jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka
hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat
daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari
Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang zalim. [Qashash:50]
بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَهْوَاءَهُمْ بِغَيْرِ
عِلْمٍ فَمَنْ يَهْدِي مَنْ أَضَلَّ اللَّهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ
Tetapi
orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan; maka
siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah
bagi mereka seorang penolongpun. [Rum: 29]
Ketika
bahaya memperturutkan hawa nafsu sedemikian rupa, bahwa dia adalah kunci
kerusakan dan kejahatan serta kesesatan, Allah memerintahkan kita untuk mawas
diri agar tidak meniti jalan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan Dia
menerangkan bahwa orang yang memperturutkan hawa nafsunya Allah akan cabut
baginya pertolongan dan bantuanNya dan dia menjadi orang yang zhalim.
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ
مِنَ الْعِلْمِ إِنَّكَ إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ
Dan
sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu,
sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim.
[Al-Baqarah:145]
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَمَا جَاءَكَ مِنَ
الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا وَاقٍ
Dan
seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan
kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap
(siksa) Allah. [Ar-Ra`ad:37]
Oleh
karenanya pelaku pelecehan agama kebanyakan dari orang-orang yang mengikuti
hawa nafsu, kalau tidak kita katakan semuanya, berkata Imam Syathibi : Para
pengikut hawa nafsu, jika hawa nafsu mereka telah mencengkram mereka, mereka
tidak peduli dengan apapun dan tidak pernah mempertimbangkan sesuatu yang menyelisihi
pendapat mereka, tidak pula mencoba berpikir ulang seperti orang-orang yang
menyalahkan pendapatnya sendiri (sebelum menyalahkan pendapat orang lain-pen)
dan orang yang berhenti pada permasalahan yang pelik. Sedangkan sebagian yang
memperturutkan hawa nafsu tidak pernah mengambil pusing terhadap celaan orang
yang mencelanya, dan ada sekolompok lagi bergabung bersama mereka yang telah
meresap hawa nafsu di hati mereka sehingga dia tidak peduli dengan selain yang
dia pikirkan. [3]
2.
Kosongnya Hati Dari Kecintaan Terhadap Allah
Allah ciptakan hati tidak
dapat memuat dua sifat yang bertentangan dalam satu waktu. Iman dengan maksiat,
cinta dengan kebencian serta begitu seterusnya, Allah berfirman.
مَا جَعَلَ اللَّهُ لِرَجُلٍ مِنْ قَلْبَيْنِ فِي جَوْفِهِ
Allah
sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya.
[Al-Ahzab:4].
Oleh
karenanya Allah menafikan keimanan tatkala seseorang melakukan zina, pencurian
dan menenggak minuman keras.
Begitu
juga terhadap orang yang melecehkan agama, ketika tidak ada perasaan cinta
terhadap Allah, maka diisilah oleh kebencian terhadap agamaNya sehingga
melahirkan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan penyerahan diri
kepadaNya, diantaranya; melecehkan dan mengolok-olok agama.
Syaikhul
Islam Ibnu Taymiah berkata : Orang-orang yang sesat melecehkan permasalahan
tauhid kepada Allah dan mengagungkan orang yang meminta kepada orang yang telah
mati, jika diperintahkan untuk bertauhid dan dilarang untuk berbuat syirik
mereka melecehkannya, sebagaimana yang disebut Allah.
وَإِذَا رَأَوْكَ إِنْ يَتَّخِذُونَكَ إِلَّا هُزُوًا
Dan
apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai
ejekan. [Al-Furqan:41].
Merekapun
melecehkan Rasul tatkala beliau melarang mereka dari syirik, begitulah kaum
musyrikin mencela para Nabi dan mensifati mereka dengan kebodohan, sesat dan
gila setiap kali mereka mengajak kepada tauhid, karena pada diri mereka adanya
syirik yang besar”. [4]
3.
Teman Yang Fasiq
Pengaruh teman tidak dapat
diragukan lagi dapat mempengaruhi seseorang dalam bersikap, ketika seseorang
berteman dengan orang-orang yang tidak mengenal agama, mereka akan
mengolok-olok orang yang berpegang teguh dalam mempertahankan prinsip agamanya,
terutama ketika mereka bersama-sama .
Begitulah
yang terjadi pada orang-orang munafik pada zaman Rasulullah “mereka jika telah
bersama dengan syaithan-syaithan mereka mulailah mereka memperolok-olokan
Allah, ayat dan rasulNya serta kaum mukminin”. [5]
وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ ءَامَنُوا قَالُوا ءَامَنَّا
وَإِذَا خَلَوْا إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ
مُسْتَهْزِئُونَ
Dan
bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami
telah beriman.” Dan bila mereka kembali kepada syaitan-syaitan mereka, mereka
mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah
berolok-olok. [Al-Baqarah:14]
4.
Tidak Memahami Bahaya Lisan
Pepatah kita mengatakan
“Lidahmu harimaumu”, yang lebih baik dari pepatah itu sabda Rasulullah kepada
Mu`az.
ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ، وَ هَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِي النَّارِ
عَلَى وُجُوْهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلَّا حَصَائِدُ أَلْسِنَتُهُمْ
Celaka
engkau, apakah manusia terjerembab muka mereka atau hidung mereka ke dalam
neraka, kecuali karena apa yang dituai oleh lidah mereka?!!”.[6]
“Zhahir
hadits Mu`az menunjukkan bahwa kebanyakan manusia masuk neraka adalah karena
berbicara dengan lisan mereka, karena maksiat percakapan masuk di dalamnya
syirik dan dia adalah dosa terbesar di sisi Allah, begitu juga termasuk berkata
atas nama Allah tanpa ilmu, dan dia adalah teman syirik serta masuk juga
persaksian palsu yang menyamai dengan syirik kepada Allah, dan masuk ke
dalamnya sihir, qazaf (menuduh seseorang berzina-pen) dan yang lainnya dari
dosa-besar maupun dosa kecil, seperti; dusta, namimah dan semua maksiat
perbuatan tidak lepas dari ucapan yang menemaninya”. [7]
Saya
berkata; “Dan diantara dosa yang banya dituai oleh lisan pada zaman sekarang
adalah melecehkan agama, sunnah Rasulullah dan pemeluknya”.
5.
Kebodohan Terhadap Agama Allah
Kebodohan serta jauh dari
pengajaran Islam mempunyai peran penting dalam meluasnya pelecehan terhadap
agama sendiri. Seseorang mengatakan.
مَنْ
جَهِل شَيْئاً عَادَاهُ
Barang
siapa yang tiak mengenal tentang sesuatu, dia akan memusuhinya.
Jika
seandainya pelaku pelecehan mengetahui kepada siapa sebenarnya dia telah
berbuat kesalahan, niscaya dia akan berhenti, jika mengetahui besarnya dosa
orang yang melecehkan agamanya, niscaya dia akan berpikir panjang untuk
mengucapkannya.
6.
Lemahnya Ahli Iman Dalam Amar Makruf Dan Nahi
Munkar
Inilah akibatnya jika
seorang muslim mengidap penyakit ‘Inhizamiah’ yaitu minder dengan aqidah yang
meresap ke dalam hatinya, pengagungan terhadap Allah yang memenuhi dirinya.
Jika setiap muslim mempunyai mental ‘tempe’
dan memiliki sifat’kerupuk’, belum apa-apa sudah penyek, atau baru sedikit saja
disentuh sudah rapuh, maka akan leluasa pelaku kebejatan melakukan apa yang
dikehendaki oleh hawanya, dan akan terjadi kerusakan yang besar.
Allah berfirman.
Allah berfirman.
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلَّا
تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الْأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
Adapun
orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang
lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah
diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan
kerusakan yang besar”. [Al-Anfal:73]
7.
Pengaruh Media Massa
Tidak ada seorangpun
meragukan pengaruh media massa dalam merusak citra Islam dan pemeluknya, bahkan
media massa menjadi ujung tombak musuh-musuh Islam dalam merusak umat Islam
terutama generasi mudanya yang dikenal dalam dunia Islam dengan “Ghazwul Fikri”
yaitu perang urat syaraf. Sangat disayangkan sebagian kaum muslimin tidak
mempunyai filter yang baik dalam menyaring berita, sehingga terbetuntuklah
opini tentang dunia Islam sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh musuh-musuh
Islam.
Contoh
dalam hal ini sangatlah banyak, baik dalam bentuk karikatur, sampul film,
sinetron, stiker dan semacamnya.
8.
Usaha Orang Kuffar Merusak Citra Islam.
Sunnatullah telah berlaku
terhadap hambanya dengan memberi cobaan tehadap Rasul, para juru dakwah.
Menguji mereka untuk melihat siapa yang dapat memenuhi panggilan dan siapa yang
berpaling, dan menguji mereka siapa yang bersabar dari yang tidak sabar.
Ketika
kita bentangkan dakwah para rasul, kita temukan bahwa mereka mendapatkan
berbagai macam bentuk cobaan, dakwah mereka dihadang oleh berbagai macam
persekongkolan dari orang-orang kafir kepada Allah dan rasulNya yang merasa
takut kehilangan kemashlahatan, Allah berfirman;
يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ
وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Mereka
berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan)
mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun
orang-orang yang kafir tidak menyukai”. [At-Taubah:32]
Islam
telah menyaksikan sendiri sejarahnya, bagaimana persekongkolan orang kafir
terhadap Islam semenjak hari-hari pertama diutusnya Rasul, merekapun berjanji
dan berbaiat, dan apa yang terjadi pada peperangan Ahzab (sekutu) kecuali
merupakan satu bentuk dari beberapa bentuk persekongkolan tersebut.
Bukanlah
permasalahan sebatas penginjilan yang menginginkan kaum muslimin mendapat
petunjuk masuk ke dalam agama Nashrani atau rasa cemas mereka nantinya kaum
muslimin tidak mendapatkan kenikmatan akhirat -sebagaimana yang digambarkan
oleh mereka-, akan tetapi tujuan mereka adalah menghalang risalah Allah sampai
kepada manusia,
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ
لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ
حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ
Sesungguhnya
orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang)
dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan
bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah
orang-orang yang kafir itu dikumpulkan”. [Al-Anfal:32].
Dalam
menyebutkan sasaran-sasaran yang dituju oleh kaum missionoris, penjajah Salibis
dan Orentalis dalam memerangi orang-orang muslim, Al Ustadz Abdurrahman Al
Maidani berkata:”…Sasaran Ketiga: Mereka merusak Islam dengan menggambarkan
Islam sebagai agama yang menyeramkan. Lingkup sasarannya adalah hukum, rukun
dan syariat Islam dengan mengolok-olok dan pelecehan. Juga menggambarkan dan
menjuluki orang yang berpegang teguh dengan Islam dengan sebutan kuno,
fundamentalis, fanatik, jumud serta ucapan-ucapan sejenis. Tujuannnya untuk
melemahkan semangat orang Islam dalam berpegang teguh terhaap Islam . kemudian,
mereka diharapkan membelot dari Islam untuk sesuatu kepentingan, terakhir
mereka merendahkan dan mencela ulama yang berpegang teguh dengan Al-Quran,
mendorong dan menyusahkan mereka dalam mata pencaharian agar orang-orang lari
dari ajaran Islam. Lalu, menjadikan orang-orang yang bodoh dan sesat sebagai
fokus berita. Tujuannya untuk memberikan atau menghasilkan gambaran yang jelek
terhadap praktek ajaran Islam, juga untuk mengaburkan Islam itu sendiri”. [8]
Dan
persekongkolan ini kelihatan jelas dalam dua bentuk : Al-Ghazwul Fikri (perang
urat syaraf), Peperangan dengan senjata. [9]
Dewasa
ini -sebagai contoh- bagaimana Barat berhasil menanamkan ke dalam pemikiran
kaum muslimin, bahwa sosok orang yang multazim (berpegang teguh dengan
agamanya) dengan jenggot dan pakaian sebatas mata kaki sebagai momok yang
sangat menakutkan bagi kaum muslimin sendiri, dia tidak lagi bebas bergerak,
terasing dalam keramaian umatnya, sebab semua mata memandangnya dengan
pandangan penuh kecurigaan, karena menurut mereka itulah gambaran sosok teroris
yang beringas, tidak mempunyai rasa kasih terhadap sesama.
SOLUSI DAN ALTERNATIF
Mengamati nash-nash syariat melalui pemahaman
ulama yang telah mengupas tuntas tentang hakikat pelecehan agama, berdasarkan
kajian terhadap kenyataan keadaan Salaf rahimahullah dalam menanggulangi dan
mencari jalan keluar dari problema ini, dapat kita ringkas melalui dua jalan.
•
Merubah sikap dan mental pelaku pelecehan itu
sendiri.
• Mengukuhkan kembali pencegahan dari hal-hal
yang punya hubungan dengan pelaku dari masyarakat, lingkungan, para juru dakwah
dan orang yang merasa dirinya terpanggil untuk menjaga agamanya agar tidak
dilecehkan.
Pertama : Solusi Internal Pelaku Pelecehan
Agama
Maksudnya hendaknya pelaku pelecehan
merasakan bahaya perbuatannya yang dapat merugikan dunia dan akhiratnya dengan
siraman rohani sehingga kesadaran itu datang dengan sendirinya , ini dikenal
dalam istilah syariat dengan “ Wazi` Diniy”.
Pengaruh
sarana pendidikan yang Islami serta media massa Islam mempunyai peranan
penting, sehingga mereka dapat meletakkan kedudukan Allah sesuai dengan
keagunganNya begitu juga mengenal kehormatan agama yang hanif ini.
Ini
seruan terhadap orang yang jatuh ke dalam jeratan syaithan sehingga dia jatuh
ke dalam pelecehan terhadap agamanya sendiri;
Sudah
waktunya anda belajar dan bersimpuh mengkaji Kitabullah dan Sunnah Rasulullah,
jika anda berpaling maka kehidupan sempit akan menimpa anda di dunia sebelum
akhirat, syaithanpun menjadi penunjuk jalan anda menuju neraka.
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً
ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Dan
barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan
buta”. [Thaha:124]
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ
شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Barangsiapa
yang berpaling dari pengajaran Yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan
baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang
selalu menyertainya”.[Az-Zukhruf:36]
Sudah
saatnya anda memenuhi hati anda dengan kecintaan kepada Allah dan Rasulnya,
sehingga tidak ada yang anda cinta kecuali Dia dan mencintai sesuatu yang dapat
mendekatkan kepadanya, sebaliknya membenci semua yang dibenci olehNya.
Adalah
Abu Bakar pernah mengucapkan dengan suara lantang keluar dari kalbu yang
dipenuhi kecintaan kepada Allah dan RasulNya ketika mendengar agamanya
dilecehkan.
أَيَنْقُصُ الدِّيْنُ وَ أَنَا حَيٌّ؟!
Apakah
agama akan berkurang, sedangkan aku masih hidup?!
Hendaknya
mereka menjaga lidah mereka, karena berapa banyak orang jatuh ke dalam neraka
selama 70 musim karena sepotong kalimat yang dia ucapkan! Abdullah bin Masud
bersumpah dengan nama Allah; “Tidak ada di atas permukaan bumi ini yang harus
lama dipenjara kecuali lisan”. [10]
Kedua: Solusi Ektsternal
Yang dimaksud dengan hal ini adalah komponen
penting dari kalangan mushlihin (yang menghendaki perbaikan) dalam masyarakat,
dan mereka terbagi tiga kelompok.
•
Penguasa; Nabi mengatakan: “Bahwa Allah
menangkal (kejahatan) dengan sultan (kekuasaan) yang tidak dapat ditangkal oleh
Al-Quran”. Dengan menggunakan kekuasaan yang telah diamanahkan Allah kepadanya
untuk memberi hukuman yang setimpal bagi pelaku pelecehan, mencekal dan
membredel buku atau makalah yang melecehkan Islam dan sebagainya.
•
Juru Dakwah dan kalangan intelektual; Dengan
menanamkan rasa hormat kepada agama dan pemeluknya, membantah tulisan atau
ceramah yang dapat merusak citra Islam serta mentahzir orang-orang yang telah
melecehkan agama.
•
Masyarakat Muslim; Dengan mengambil tangan
pelaku dan menasehatinya atau mengadukan kepada yang berwenang.
Dan
ini kelihatan jelas pada masa Rasulullah, apa yang dilakukan oleh Auf bin Malik
Radhiyallahu ‘anhu, ketika dia berbalik membalas dengan kata yang cukup pedas
sambil mengadukan langsung kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka
sudah saatnya para muslihin mengangkat kepala mereka, dan tidak membiarkan
keindahan Islam dikotori oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.
Wallahu a`lam.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun VIII/1425H/2004M Diterbitkan Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo
Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296]
_______
Footnote
[1]. HR Ibnu Jarir (10/119) dengan sanad hasan.
[2]. Al Istiqamah, Ibnu Taimiyah, 2/223-225.
[3]. Al I’tisham, Sathibi (2/781).
[4]. Majmu’ Fatawa (15/48)
[5]. Taisirul ‘Azizil Hamid, Sulaiman bin Abdul Wahab, hlm. 468
[6]. HR Ahmad (5/230, 236), Tirmidzi (2616) dan yang lainnya dengan sanad shahih.
[7]. Jami‘ Ulum Wal Hikam, Ibnu Rajab (2/147).
[8]. Ajnibatul Makris Tsalats, hlm.191-192.
[9]. Musykilatul Ghuluw Fiddin, Dr. Abdurrahman Al Luwaihiq, (2/642-652).
10) Hilyatul Auliya‘, Abu Nu‘aim (1/134).
_______
Footnote
[1]. HR Ibnu Jarir (10/119) dengan sanad hasan.
[2]. Al Istiqamah, Ibnu Taimiyah, 2/223-225.
[3]. Al I’tisham, Sathibi (2/781).
[4]. Majmu’ Fatawa (15/48)
[5]. Taisirul ‘Azizil Hamid, Sulaiman bin Abdul Wahab, hlm. 468
[6]. HR Ahmad (5/230, 236), Tirmidzi (2616) dan yang lainnya dengan sanad shahih.
[7]. Jami‘ Ulum Wal Hikam, Ibnu Rajab (2/147).
[8]. Ajnibatul Makris Tsalats, hlm.191-192.
[9]. Musykilatul Ghuluw Fiddin, Dr. Abdurrahman Al Luwaihiq, (2/642-652).
10) Hilyatul Auliya‘, Abu Nu‘aim (1/134).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar